Sabtu, 28 Desember 2013

Narti Sendiri


Narti Sendiri

Bapak, malam t'lah larut
detaknya mencapai dua
tapi kau belum sampai jua
aku rindu.
aku kangen dengan bau keringat dan asap
dari tubuhmu.

tadi pagi kau berangkat lebih awal
adik minta sepatu baru
ia merengek sejak seminggu lalu
tumitnya terbuka ia jadi malu
sekolah mengoloknya karena ia tak mampu

diluar agak gerimis,
rintiknya bermusik di genting kita
apakah kau lupa penutup kepalamu?
jangan sakit, bapak
aku tak mampu sendiri
jadi buruh cuci takkan mampu untuk bernafas

bapak, tadi sore yang punya rumah
minta uang sewa.
telah enam kali aku bilang besok
bu Haji ini marah. mengumpat
mengancam mengusir kita

tetangga tak ada peduli
mereka sama diumpat, diolok,
diancam ole hidup

ah,..
ingatkah kau ketika dulu.
dulu sekali,
ketika kau lamar aku
hari itu kau datang dengan sarung
dan peci lusuh terbaikmu
dengan tegas kau bicara
"Pak, saya ingin melamar Narti"
malam itu aku tersipu
tak tahan merasakan lagi janjimu

kau menepatinya,
kau bawa aku ke kota
kita tidur di stasiun berdua
makan sehari sekali kita berdua
hingga rebutan raskin pun kita berdua
sampai saat ini
ditengah gerimis dan tahi ayam
aku masih merasakan bara sayang itu

tong! tong! tong! ting! tung! tang! tang!
ada ribut-ribut di luar
aku longokkan kepala menembus jendela
orang lalu lalang sambil berlari gila
ada yang bawa kasur, TV, lemari,
kursi, tikar, bantal, hingga parabola.
mereka pada teriak kebakaran!
kebakaran! kebakaran! kebakaran!
anak-anak jadi bangun.
aku lihat api marah merah

ku suruh saja pergi ke depan gang.
mereka langsung lari tak peduli.
tak sempat cium kening atau salam.

bapak, aku masih menunggu sendirian
persis seperti yang kau minta.
Narti menunggumu,pak.

muharram, 25 Juni 2010.
-refleksi cinta dan ketulusan-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar