Senin, 03 November 2014

Kumpulan fatwa ‘ulama ahlus-sunnah tentang kuburan

Kumpulan fatwa ‘ulama ahlus-sunnah tentang kuburan

1. Hukum membangun kuburan

Oleh: Syaikh Abdul Aziz Bin Baz Råhimahullåh

Tanya:

Saya perhatikan di daerah kami sebagian kuburan dicor dengan semen seukuran panjang 1 m dan lebar 1/2 m, dan dituliskan padanya nama mayit, tanggal wafatnya, dan sebagian kalimat seperti: “Ya Allah berilah rahmat kepada Fulan bin Fulan…”, demikian. Apa hukum perbuatan semacam ini?

Jawab:

Tidak boleh membangun pada kubur, baik dengan cor ataupun yang lain, demikian pula menulisinya.

Karena terdapat riwayat yang shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang larangan membangun di atas kuburan dan menulisinya. Al-Imam Muslim telah meriwayatkan dari hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kuburan dikapur, diduduki, dan dibangun.”

Al-Imam At-Tirmidzi dan yang lain meriwayatkan dengan sanad yang shahih dengan tambahan lafadz:

وَأَنْ يُكْتَبَ عَلَيْهِ

“dan ditulisi.”

Karena hal itu termasuk salah satu bentuk sikap berlebihan sehingga harus dilarang. Juga karena penulisan bisa menghantarkan kepada dampak yang parah berupa sikap berlebihan dan larangan-larangan syar’i lainnya.

Yang diperbolehkan hanyalah mengembalikan tanah (galian) kubur tersebut dan ditinggikan sekitar satu jengkal sehingga diketahui bahwa itu adalah kuburan. Inilah yang sunnah dalam masalah kuburan dan ini yang dilakukan oleh Rasulullah n serta para sahabatnya radhiyallahu ‘anhum.

Tidak boleh pula menjadikan kuburan sebagai masjid (yaitu tempat untuk shalat atau shalat menghadapnya, pent.).

Tidak boleh pula mengerudunginya atau membuat kubah di atasnya, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

لَعَنَ اللهُ الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُوْرَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ

“Allah melaknat Yahudi dan Nasrani karena mereka menjadikan kubur nabi-nabi mereka sebagai tempat ibadah.”

(Muttafaqun ‘alaih)

Juga berdasarkan hadits yang diriwayatkan Al-Imam Muslim dalam Shahih-nya dari sahabat Jundub bin Abdillah Al-Bajali radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:

Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda lima hari sebelum meninggalnya:

إِنَّ اللهَ قَدِ اتَّخَذَنِي خَلِيْلاً كَمَا اتَّخَذَ إِبْرَاهِيْمَ خَلِيْلاً وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا مِنْ أُمَّتِي خَلِيْلاً لاَتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ خَلِيْلاً، أَلاَ وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُوْنَ قُبُوْرَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيْهِمْ مَسَاجِدَ، أَلاَ فَلاَ تَتَّخِذُوا الْقُبُوْرَ مَسَاجِدَ، فَإِنِّي أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ

“Sesungguhnya Allah telah menjadikan aku sebagai kekasih-Nya sebagaimana menjadikan Ibrahim sebagai kekasih-Nya. Seandainya aku mau menjadikan seseorang dari umatku sebagai kekasihku tentu aku akan menjadikan Abu Bakr sebagai kekasihku. Ketahuilah bahwa orang-orang sebelum kalian telah menjadikan kubur nabi-nabi dan orang shalih mereka sebagai tempat ibadah. Ketahuilah, janganlah kalian menjadikan kubur-kubur sebagai masjid karena sesungguhnya aku melarang kalian dari perbuatan itu.”

Dan hadits-hadits yang semakna dengan ini banyak.

Aku memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar memberikan taufiq-Nya kepada muslimin agar berpegang teguh dengan Sunnah Nabi mereka dan tegar di atasnya, serta berhati-hati dari segala yang menyelisihinya. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar dan Maha Dekat.

(Mukhtarat min Kitab Majmu’ Fatawa Wa Maqalat Mutanawwi’ah, hal. 228-229)

2. Beribadah di kuburan

Oleh: Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Ilmiah wal Ifta (Komisi Tetap Pembahasan Ilmu Keislaman dan Fatwa)

Tanya

Apa hukumnya thawaf di sekitar pekuburan para wali? dan menyembelih binatang dan bernazar di atasnya? Siapakah yang disebut wali dalam ajaran Islam. Apakah diperbolekan minta doa kepada mereka, baik ketika hidup ataupun telah meninggal?

Jawab

Menyembelih untuk orang mati atau bernazar untuk mereka adalah perbuatan syirik besar. Dan yang disebut wali adalah mereka yang patuh kepada Allah dengan ketaatan, lalu dia mengerjakan apa yang Dia perintahkan dan meninggalkan apa yang dilarangnya meskipun tidak tampak padanya karomah. Dan tidak diperbolehkan meminta doa kepada mereka atau selain mereka jika mereka telah meninggal. Sedangkan memintanya kepada orang-orang shalih yang masih hidup (-dan hadir-) diperbolehkan.

Adapun thawaf di kuburan tidak diperbolehkan, thawaf merupakan pekerjaan yang dilakukan hanya di depan Ka’bah. Maka siapa yang thawaf di depan kuburan dengan tujuan beribadah kepada penghuninya maka perbuatan tersebut merupakan syirik besar. Jika yang dimaksud adalah beribadah kepada Allah maka dia termasuk bid’ah yang munkar, karena kuburan bukan tempat untuk thawaf dan shalat walaupun tujuannya adalah meraih ridha Allah.

Tanya

Bolehkah shalat di masjid yang di dalamnya terdapat kuburan, disebabkan tidak ada pilihan lain lagi, karena tidak ada masjid selainnya. Artinya jika tidak melakukan shalat di masjid tersebut maka tidak dapat melakukan shalat berjamaah dan shalat jum’at?

Jawab

Wajib memindahkan kuburan yang terdapat di dalam masjid ke pekuburan umum atau yang semacamnya. Dan tidak boleh shalat di masjid yang terdapat satu atau lebih kuburan. Bahkan wajib mencari masjid lain semampunya yang tidak terdapat di dalamnya kuburan untuk shalat Jum’at dan jamaah.

Tanya

Apa hukumnya shalat di masjid yang terdapat kuburan?

Jawab

Tidak diperbolehkan bagi setiap muslim untuk shalat di dalam masjid yang terdapat di dalamnya kuburan.

Dalilnya sebagaimana terdapat riwayat dalam Ash-shahihain dari Aisyah radiallahu-anha bahwa Ummu Salamah menyebutkan kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam adanya gereja yang dia lihat di negri Habasyah dan di dalamnya terdapat gambar-gambar, maka Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam bersabda:

“Mereka adalah seburuk-buruknya makhluk di sisi Allah “

Di antara dalil yang lain adalah apa yang diriwayatkan Ahlussunan dari Ibnu Abbas radialluanhuma dia berkata:

“Rasulullah melaknat para wanita yang menziarahi kuburan dan yang membangun masjid di atas kuburan serta meletakkan penerangan (lampu).“

Terdapat juga dalam Ash-Shahihain (riwayat Bukhari dan Muslim) dari Aisyah radiallahu ‘anha bahwa dia berkata:

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam bersabda:

“Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nashrani karena mereka menjadikan kuburan para nabinya sebagai masjid.“

Tanya

Apa hukumnya bersujud kepada kuburan dan menyembelih (hewan) di atasnya?

Jawab

Bersujud di atas kuburan dan menyembelih hewan adalah perbuatan penyembah berhala pada zaman jahiliah dan merupakan syirik besar. Karena keduanya merupakan ibadah yang tidak boleh dilakukan kecuali kepada Allah semata, barangsiapa yang mengarah-kannya kepada selain Allah maka dia adalah musyrik.

Allah ta’ala berfirman:

قُلْ إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي ِللَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِيْنَ [الأنعام

“Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Pemelihara semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah aku diperintahkan dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah) “

(Al An’am 162-163)

Dan Allah juga berfirman:

إِنَّا أَعْطَيْنَكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

"Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah“

(Al Kautsar 1-2)

Dan masih banyak ayat-ayat lainnya yang menunjukkan bahwa bersujud kepada kuburan dan menyembelih hewan adalah perbuatan ibadah yang jika diarahkan kepada selain Allah merupakan syirik besar. Tidak diragukan bahwa perbuatan seseorang yang bersujud kepada kuburan dan menyembelih di atasnya adalah karena pengagungannya dan penghormatannya (terhadap kuburan tersebut).

Diriwayatkan oleh Muslim dalam hadits yang panjang, bab Diharamkan-nya menyembelih hewan selain Allah Ta’ala dan laknat-Nya kepada pelaku tersebut.

عَنْ عَلِي بِنْ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: حَدَّثَنيِ رَسُوْلُ اللهِ ej بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ؛ لَعَنَ اللهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللهِ، لَعَنَ اللهُ مَنْ لَعَنَ وَالِدَيْهِ، لَعَنَ اللهُ مَنْ آوَى مُحْدِثاً، لَعَنَ اللهُ مَنْ غَيَّرَ مَنَارَ الأَرْضِ

“Dari Ali bin Thalib radiallahuanhu, dia berkata:

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam menyampaikan kepadaku tentang empat hal: Allah melaknat orang yang yang menyembelih untuk selain Allah, Allah melaknat orang yang melaknat kedua orang tuanya, Allah melaknat orang yang melindungi pelaku keonaran, Allah melaknat orang yang merubah tanda-tanda bumi “

Abu Daud meriwayatkan dalam sunannya dari jalur Tsabit bin Dhohhak radiallahuanhu, dia berkata:

"Seseorang ada yang bernazar untuk menyembelih onta di Buanah (sebuah nama tempat –pent), maka bersabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam:

“Apakah disana ada berhala jahiliah yang disembah?”

Mereka berkata:

“Tidak“

Kemudian beliau berkata lagi:

“Apakah disana ada perayaan mereka (orang jahiliah)?“

Mereka berkata:

“Tidak ya Rasulullah"

Maka bersabdalah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam:

“Tunai-kanlah nazarmu, sesungguhnya tidak boleh ditunaikan nazar dalam rangka bermaksiat kepada Allah atau atas apa yang tidak dimiliki anak Adam ”.

Hadits di atas menunjukkan dilaknatnya orang yang menyembelih untuk selain Allah dan diharamkannya menyembelih ditempat yang diagungkan sesuatu selain Allah, seperti berhala, kuburan, atau tempat yang biasa dijadikan berkumpulnya orang-orang jahiliyah, meskipun hal tersebut dilakukan karena Allah ta’ala.

(Dinukil untuk blog ulamasunnah.wordpress.com dari darussalaf offline. Sumber: فتاوى اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء. Kumpulan Fatwa al Lajnah ad Daimah li al Buhuts al ‘Ilmiyyah wa al Ifta, Lembaga tetap pengkajian ilmiah dan riset fatwa Saudi Arabia. P.O. Box 1419 Riyadh 11431)

Tanya

Ada sebagian orang ketika dalam keadaan tertimpa musibah dan bencana, menyeru dalam do'anya, 'Ya Rasulullah !' Atau selain beliau dari para wali. Ketika dalam keadaan sakit mereka mendatangi kuburan orang-orang shalih dan beristighatsah (memohon bantuan/pertolongan) dengan perantaraan mereka. Mereka mengatakan, sesungguhnya Allah akan menghilangkan bala' (musibah) dengan perantaraan orang-orang shalih. Memang kami memohon pertolongan kepada mereka tetapi niat kami adalah kepada Allah karena Allah-lah yang memberi pengaruh.

Apakah (perkataan dan perbuatan) seperti ini syirik atau tidak, dan apakah mereka dikategorikan sebagai orang-orang musyrik, padahal mereka (juga) mengerjakan shalat, membaca Al-Qur'an dan amal shalih yang lainnya ?

Jawab

Apa yang mereka lakukan itu merupakan perbuatan syirik yang dahulu telah dikerjakan oleh orang-orang jahiliah. Mereka dahulu menyeru (berdo'a) dan beristhatsah (memohon bantuan) kepada Lata, Uzza, Manat, dan yang lainnya sebagai pengagungan (pemujaan) mereka terhadap para berhala tersebut, dengan harapan dapat mendekatkan mereka kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Mereka (kaum musyrikin) mengatakan:

مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَىٰ

"Artinya : Kami tidak menyembah mereka (para berhala) melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya".

[QS. Az-Zumar : 3]

Mereka juga mengatakan:

هَٰؤُلَاءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ

“Artinya : Mereka itu adalah pemberi syafaat kepada kami di sisi Allah”.

[Yunus : 18]

Padahal Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan bahwa doa adalah ibadah. Doa tidak boleh ditujukan kecuali hanya kepada Allah, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala sendiri telah melarang berdoa kepada selainNya. Dia -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman:

وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ ۖ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ || وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ ۖ وَإِنْ يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلَا رَادَّ لِفَضْلِهِ ۚ يُصِيبُ بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ ۚ وَهُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

“Artinya : Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah ; sebab jika kamu berbuat (yang demikian itu) maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zhalim. Jika Allah menimpakan suatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak karuaniaNya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendakiNya diantara hamba-hambaNya dan Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

[Yunus : 106-107]

Kaum muslimin diwajibkan membaca dalam setiap rakaat shalatnya, ayat.

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِي

“Artinya : Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan”.

[Al-Fatihah : 5]

Hal itu sebagai petunjuk bagi mereka bahwa ibadah tidaklah boleh ditujukan kecuali hanya untukNya, dan bahwa memohon pertolongan tidaklah boleh kecuali hanya kepadaNya, bukan kepada orang-orang mati baik dari para nabi dan orang-orang shalih.

Janganlah anda tertipu dengan banyaknya shalat, puasa, dan bacaan al-Qur’an mereka karena sesungguhnya mereka (orang-orang yang beristighatsah kepada mahluk) termasuk orang-orang yang tersesat jalannya di kehidupan dunia ini, sementara mereka menyangka bahwa mereka mereka telah berbuat sebaik-baiknya. Yang demikian ini karena (ibadah mereka) tidak dibangun di atas pondasi tauhid yang bersih, sehingga ibadah mereka itu hanya (sia-sia belaka) bagaikan debu yang berterbangan. Dalil-dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang menyatakan kesyirikan serta terhapusnya amal mereka banyak sekali. Tengoklah ayat-ayat Al-Qur’an dan As-Sunah yang shahih serta kitab-kitab buah tangan ulama Ahlus Sunnah ! Kami memohon kepada Allah hidayahNya untuk kami dan Anda.

[Fatawa Li Al- Lajnah Ad-Da'imah 1/498-500, Pertanyaan ke-2 & ke-5 dari Fatwa no. 9027 Di susun oleh Syaikh Ahmad Abdurrazzak Ad-Duwaisy, Darul Asimah Riyadh. Di salin ulang dari Majalah Fatawa edisi 6/I/Dzulqa'dah 1423H]

3. Cara berziarah kubur dengan benar

Oleh: Asy Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنِّي كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُوْرِ ، فَزُوْرُوْهَا لِتَذْكِرِكُمْ زِيَارَتُهَا خَيْراً

“Dahulu aku pernah melarang kalian berziarah kubur, (kini) berziarahlah, agar ziarah kubur itu mengingatkanmu berbuat kebajikan.” (HR. Ahmad, hadits sahih)

Di antara yang perlu diperhatikan dalam ziarah kubur adalah:

1.Ketika masuk, disunahkan menyampaikan salam kepada mereka yang telah meninggal dunia.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan kepada para sahabat agar mengucapkan,

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَ إِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لاَحِقُوْنَ ، أَسْأَلُ اللهَ لَناَ وَ لَكُمْ الْعَافِيَةَ(مِنَ الْعَذَابَ)

“Semoga keselamatan tercurah untuk kalian wahai para penghuni kubur, dari orang-orang beriman. Dan kami insya Allah akan menyusul kalian. Aku memohon kepada Allah, untuk kami dan untuk kalian keselamatan (dari azab).” (HR. Muslim dan lainnya)

2. Tidak duduk di atas kuburan, serta tidak menginjaknya

Berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

لاَ تُصَلُّوْا إِلَى الْقُبُوْرِ وَ لاَ تَجْلِسُوْا عَلَيْهَا

“Janganlah kalian shalat menghadap kuburan dan jangan pula duduk di atasnya.” (HR. Muslim)

3. Tidak melakukan tawaf sekeliling kuburan dengan niat untuk ber-taqarrub (mendekatkan diri kepada orang yang dikubur –pent.).

Karena Allah berfirman,

وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ

“Dan hendaklah mereka melakukan tha’waf di sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah, Ka’bah).” (AI-Hajj: 29)

4. Tidak membaca Al-Quran di kuburan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لاَ تَجْعَلُوْا بُيُوْتَكُمْ مَقَابِرَ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنَ الْبَيْتِ الَّذِيْ تـُقْرَأُ فِيْهِ سُوْرَةُ الْبَقَرَةِ

“Jangan jadikan rumah kalian sebagai kuburan. Sesungguhnya setan lari dari rumah yang dibacakan di dalamnya surat Al-Baqarah.”

(HR. Muslim)

Ini merupakan isyarat bahwa kuburan bukanlah tempat membaca Al-Quran, berbeda halnya dengan rumah. Adapun hadits-hadits tentang membaca Al-Quran di kuburan adalah tidak sahih.

5. Meminta (berdoa) pertolongan dan bantuan kepada mayyit adalah SYIRIK AKBAR

Adapun meminta pertolongan dan bantuan kepada mayit, meskipun mayit itu seorang nabi atau wali, ini merupakan syirik besar karena Allah berfirman,

وَلا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لا يَنْفَعُكَ وَلا يَضُرُّكَ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ

“Dan janganlah kamu menyembah apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah, sebab jika kamu berbuat (yang demikian) itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zhalim.”

(Yunus: l06)

(Orang-orang yang zhalim -dalam ayat diatas- adalah kaum musyrikin).

6. Tidak meletakkan karangan bunga atau menaburkannya di atas kuburan mayit

Karena hal ini menyerupai (tasyabbuh) orang-orang Nasrani, serta membuang-buang harta dalam perkara yang tidak bermanfaat. Apabila harta itu disedekahkan kepada orang-orang fakir dengan niat untuk si mayit, niscaya akan bermanfaat untuk si mayit dan bagi orang-orang fakir tersebut.

7. Dilarang membangun di atas kuburan atau menulis sesuatu dari Al-Quran atau syair di atasnya.

Sebab hal itu dilarang (Råsulullåh shållallåhu ‘alayhi wa sallam, sebagaimana dalam hadits):

“Beliau melarang mengapur kuburan dan membangun di atasnya.”

Cukup meletakkan sebuah batu setinggi satu jengkal, untuk menandai kuburan. Dan itu sebagaimana yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika meletakkan sebuah batu di atas kubur Utsman bin Mazh’un, lantas beliau bersabda,

أَتَعَلـَّمُ عَلَى قَبْرِ أَخِيْ

“Aku memberikan tanda di atas kubur saudaraku.”

(HR. Abu Daud, dengan sanad hasan)

Sumber: Manhaj Al-Firqah An-Najiyah, Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu

Artikel ini saya copy dari www.abuzuhriy.com