Sabtu, 03 Desember 2011

Bapakku Menangis

Bapakku Menangis

Bapakku menjerit histeris
tak ada kata lain yang diucap, hanya
Tolong, tolong, tolong -
sementara tiga orang pamong praja
merenggut grobak reotnya yang renta biru

Telah dua kabisat gerobak itu berjalan
terjejali boto-botol bekas air mineral
tempat bergalon-galon sinom
dan tiga baki gorengan penuh

setiap pagi ia, bapakku,
mendorongnya dari istana kami
di pojok gang buntu yang sesuram senyumnya
sementara aku, anak lelaki satunya
ia hardik betul 'tika hendak disisinya mendorong
Kau anak lelaki ku!
Pergilah sekolah, buatlah aku
bangga dengan seragammu-

aku masih mendengar lolongan bapakku
para pembeli telah kabur
tak jadi bayar es sinom yang basahi dahaganya
dan gorengan yang menumpukdi lambung

bapakku sendiri lawan tiga

adik perempuan lari jadi madu supir angkot
yang kemudian mencampakkan 'tika beorok dua
bapak menerimanya lagi di rumah
seperi tak ada apa-apa. Dengan senyum
ia sodorkan es sinom dan recehan
pada dua cucu lelakinya

bapak lusuh dengan uban liar
mengagresi legam rambutnya
badannya kuyu oleh keringat. Makin legam.
Mendorong grobak pulang pergi sendiri

ia masih melolong minta tolong
tiga petugas itu menaikkan grobak di atas bak truk
seakan sampah lama yang bacin

mataku memerah. Ada yang mengalir dipipiku
tancap gas pelan lalu pergi
setelah tiga petugas, teman kerja, menempati bangku kosong truk

kulihat dari kaca spion,
bapak duduk bertekuk lutut sendiri
menatap tanah. Masih tersengal menahan sendu

-muharram, 4 des 09-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar